Search This Blog
makes little things matter by learning from experience
Featured
- Get link
- X
- Other Apps
A CONVERSATION WITH ME: AS SWEET AS LATTE, AS CALM AS YOUR SIGHT
Estimasi Waktu Membaca: 4 Menit 14 Detik
Anyway, click here to buy me a coffee!
Pada pertengahan tahun ini, aku bertemu seorang gadis di sebuah warung kopi, kami duduk bersama dan saling bertukar pikiran,
"Ci, kita jawab bersama-sama ya, kalau kamu bertemu seseorang, bagian mana dari orang itu yang kamu perhatikan?"
Kami kompak menjawab "Mata!"
"Kenapa mata kalau menurutmu?" tanyaku
"Karena mata nggak bisa berbohong, kamu bisa melihat isi hati seseorang melalui matanya. Mata adalah cerminan hati. Ah, aku jadi ingat ada seorang pria yang menatap mataku dan mengatakan: 'Aku tau kamu itu kuat, kamu pasti banyak melalui hal-hal yang melelahkan ya selama ini?' Duh, asli ya ci, baru kali ini aku merasa ada yang mengerti aku,"
Aku tersenyum.
"Aku setuju, pasti sangat bahagia ada yang bilang begitu sama kamu," kataku.
***
Seperti rasa cintaku pada iced latte. Aku juga sangat menyukai percakapan sederhana, tapi bermakna. Aku selalu suka bertemu dengan gadis itu, dan apa yang pria itu utarakan kepadanya adalah hal yang benar. Temanku itu salah satu orang paling kuat yang pernah aku temui. Dia selalu berusaha tersenyum dan hospitality-nya juara saat bertemu siapa saja, meski aku tau ada banyak perjuangan di balik senyumnya. Semoga bahagia selalu memeluknya erat, begitu aku selalu mendoakannya dari sini.
Dari temanku aku belajar sesuatu, rasa sakit menempa jiwamu dan menjadikannya cemerlang.
***
Perihal mata, aku juga sangat suka menatap mata seseorang. Karena sorot mata seseorang mengungkapkan sesuatu yang tak terungkapkan oleh kata. Namun, tak semua bisa membaca, tak semua bisa memahami hal itu. Hanya orang-orang yang benar-benar mengenali dirinya, orang-orang yang kita sebut sebagai "perasa". Those who tasted the feeling and emotions. When you talk to them, they will offer you the next level understanding experience. They look at you, and just it, you'll feel an instant right when you're around them. Because they read and feel your energy.
Bapakku kerap berpesan, "Jadilah orang yang bisa membaca angin dan selalu pakai bajumu sendiri,"
Yang dimaksud membaca angin adalah membaca apa yang tak diungkapkan seseorang melalui kata-katanya, dan selalu pakai bajumu sendiri adalah jadilah orang yang punya pendirian (be authentic, detach from people image's of you because everyone has a different version of you in their heads), jadilah yang selalu tahu bagaimana diri ini harus mengambil sikap berdasarkan nilai-nilai yang dianut.
Dalam percakapan, misalnya, membaca arah pembicaraan agar dapat menempatkan diri sesuai nilai-nilai yang ku anut, bukanlah pekerjaan mudah, aku harus lebih banyak meditasi dan merefleksikan siapa diriku. Tujuannya adalah agar aku tahu bagaimana menghargai diriku sendiri (karena setiap individu itu berharga), dan mengenali apa saja nilai-nilai hidup yang ingin kuterapkan dalam kapasitasku sebagai seorang individu.
Saat bertemu orang lain, bagi introvert sepertiku, itu juga pekerjaan besar. Karena, tak hanya orang lain yang perlu kuperhatikan, tetapi juga diriku. Salah satu pelajaran terbesar saat tumbuh menjadi orang dewasa adalah bagaimana kamu bisa membawa dirimu di hadapan orang lain.
Dalam perjalananku, aku belajar banyak hal, terutama tentang bagaimana dapat mendengarkan dengan empati. Aku masih terus belajar hingga hari ini, bagaimana aku bisa mendengarkan seseorang tanpa harus menilainya atau menghakiminya. Berkaca pada diriku sendiri, kadang apabila seseorang bercerita, mungkin dia hanya ingin didengar, bukan dihakimi atau diberi saran. Memberi saran hanya apabila seseorang memintanya, tidak menanyakan urusan pribadi hidupnya kecuali dia menceritakannya duluan, tidak menilai fisiknya, pekerjaannya, statusnya, karena kita tidak pernah tahu apa yang dia lalui selama hidupnya.
Sebuah pertanyaan sulit, "Coba ci lo bayangin! Gimana rasanya jadi gue?"
Kita tidak akan pernah bisa mengatakan bagaimana rasanya jika kita mengalami hal yang sedang dialami orang lain, kecuali kita bisa mengadakan transaksi tukar jiwa dan pikiran, hehe. Karena setiap orang merespons masalah dengan rasa dan pemikiran yang berbeda tergantung kondisi pedalamannya. Menjawab pertanyaan itu hanya bisa dengan jawaban diplomatis, "Gue bukan lo, apapun yang lo rasain, gue gak akan pernah bisa tahu persisnya, jika itu sangat berat, lo hebat banget, karena gue yakin, hal itu datang kepada lo, karena cuma lo yang bisa menerimanya, kalau itu terjadi sama gue, mungkin rasanya beda lagi, dan belum tentu gue bisa seperti lo,"
Kalau orangnya bersikeras minta saran, aku bakal jawab lagi: "Ini saran gue, tapi gue hanya bisa memberi saran ini berdasarkan pengalaman gue, lo boleh menjalankannya, boleh juga tidak, karena itu hidup lo, yang jelas gue selalu ada di sini buat lo, kita hadapi sama-sama, ya, apapun itu,"
Aku merasakan sulitnya menjadi pendengar yang aktif (active listening) tanpa menilai. Sekali lagi, mengasah empati terhadap orang lain, bukanlah hal yang mudah. Self-awareness atau sikap mawas diri sangat dibutuhkan, menyadari bahwa kita semua adalah manusia yang tidak bisa sempurna, bahkan sampai kita meninggal dunia. Kalau orang lain bisa salah, kita pun seperti itu.
Namun, kita harus selalu tahu bahwa ada banyak jalan menuju roma. Artinya, kita berharga dan kita tak harus selalu setuju untuk dapat berjalan berdampingan dengan manusia lain. Atau jika sangat mendesak, kita selalu punya pilihan untuk sepakat untuk tidak sepakat dan melanjutkan hidup masing-masing.
Ruh diciptakan berkelompok, ruh-ruh akan berkumpul sesuai jenisnya. Jangan pernah menurunkan nilai-nilai hidupmu hanya karena kamu takut sendirian.
Aku juga punya keyakinan, rasanya mustahil memiliki orang yang sangat empati padamu, kecuali dia benar-benar mencintaimu.
Namun, yang amat perlu ditekankan adalah tidak perlu overthinking. Aku selalu suka dengan ide ini: living with no entitlement. Ungkapan itu mengingatkan bahwa aku tidak pernah berhak atas hidup siapapun dan aku hanya pantas berharap pada Sang Pencipta. Hal itu membuatku bisa berpikir lurus, mengetahui bahwa aku dan manusia lain sama-sama bisa lupa, bisa salah, dan bisa berubah. Aku akan fokus berjuang di atas nilai-nilaiku, memperjuangkan apa yang menurutku pantas ku raih. Selama seseorang tidak membawa dampak negatif bagiku atau melukaiku, I'm cool with it, I'll let it be your business. You do you.
Membiarkan Dia mengatur jalan hidupku sangat menenangkan, karena aku percaya, pilihan apapun itu baik atau buruk, semua sudah dituliskan. Jika aku berdoa dan aku mendapatkannya, aku hanya akan bergembira sekali saja, tetapi jika aku berdoa dan Dia membuatku memilih atau mengambil suatu jalan, aku akan bergembira sepuluh kali. Karena yang pertama adalah pilihanku sebagai manusia, tetapi yang kedua adalah pilihanNya, Rabb yang menciptakan aku.
Bagaimana caranya aku tahu itu pilihan Rabb? Jawabannya: Intuisi selalu terasa tenang, kalem, tidak terburu-buru, tidak penuh emosi, dan it's just feels right. Tapi, pilihan di atas emosi dibuat dengan perasaan nafsu, ambisius, merasa harus menang, dan mengganjal.
Last but not least, it sounds cliche, but I'll never too early or too late,
I'm never too big or too little,
What is meant for me will come to me.
I'm just gonna listen & fight for what / who feels right.
I highly appreciate your visit to the Linguistics Student Indonesia website.
Linguistics Student Indonesia Founder
- Get link
- X
- Other Apps
Most Visited Articles
Pekerjaan Lulusan Bahasa dan Sastra, Kerja Dari Rumah, Mahasiswa Juga Bisa!
- Get link
- X
- Other Apps
Comments
Post a Comment